"Kota yang Hilang" Ditemukan di Gurun Libya

Bookmark and Share


Membantah orang Romawi yang menyebut orang Garamantes barbar dan pembuat onar.

reruntuhan kota yang hilang di gurun Libya (Toby Savage)Menggunakan satelit dan foto udara tim dari University of Leicester, Inggris mengidentifikasi reruntuhan di bagian paling tak ramah di Gurun Sahara, di wilayah Libya.

Sejauh ini, tim menemukan 100 wilayah pertanian yang dikelilingi benteng, desa-desa, dan struktur mirip istana dengan dinding yang masih tersisa setinggi 4 meter, serta lanskap kota. Kota itu diperkirakan berdiri pada 1 sampai 500 masehi. Tim juga menemukan pemakaman piramida, dan sistem irigasi canggih.

"Ini seperti seseorang yang datang ke Inggris dan menemukan Istana Abad Pertengahan. Keberadaan pemukiman kuno ini tak tercatat pada masa pemerintahan rezim Khadafi," kata pemimpin proyek, David Mattingly, seperti dimuat situs sains, Our Amazing Science, 7 November 2011. Jatuhnya penguasa Libya selama 42 tahun itu memungkinkan membuka ruang bagi arkeolog mengeksplorasi peradaban pra Islam di sana.

"Kota yang hilang" ini dibangun oleh peradaban yang tak begitu dikenal, bernama Garamantes, yang memiliki gaya hidup dan budaya yang relatif maju dan berperan penting dalam sejarah.

"Gambar satelit memberi kami kemampuan untuk menelaah wilayah yang luas. Kami dapat melihat dalam lanskap yang tak ramah ini, yang tak pernah ada hujan, suatu ketika pernah dipadati penduduk dan ditanami. Ini sangat luar biasa," kata Martin Sterry, yang bertanggung jawab dalam interpretasi citra satelit.

Temuan ini menentang pendapat bangsa Roma yang mengatakan, orang Garamantes barbar dan pembuat onar di wilayah tepian kekuasaan Romawi.


Peradaban di Sahara, Libya




"Faktanya, mereka sangat beradab. Tinggal di pemukiman luas, kebanyakan adalah petani di wilayah oasis. Mereka sangat terorganisir, ada kota dan desa, mengenal tulisan, seni, juga teknologi," kata Mattingly. "Garamantes justru perintis pembangunan di oasis dan membuka perdagangan trans-Sahara."

Para peneliti sebelumnya ikut mengungsi saat pasukan pemberontak menyerang rezim Khadafi Februari 2011 lalu. Mereka akan segera kembali.

Teknik pencitraan satelit berhasil menemukan bukti baru keberadaan peradaban yang hilang di Gurun Sahara wilayah barat daya Libya. Jatuhnya rezim Khadafy telah membantu para arkeolog untuk mengeksplorasi sejarah pra Islam Libya, yang sebelumnya tak mungkin digali karena dilarang oleh pemerintahan Khadafy.




Puing-puing tersebut belum pernah diketahui dan direkam keberadaannya dalam rezim Khadafy.


Dengan menggunakan satelit dan fotografi udara untuk mengidentifikasi puing-puing bekas peradaban di gurun, tim arkeolog yang berasal dari Inggris berhasil menemukan 100 persawahan, pedesaan, struktur mirip bangunan istana serta perkotaan. Kebanyakan puing yang ditemukan berasal dari tahun 1-500 Masehi.

Tim peneliti yang berasal dari University of Leicester tersebut secara detail telah menemukan puing bata lumpur, kompleks serupa istana dengan dinding yang menjulang setinggi 4 meter, bekas kawasan pemukiman, pemakaman dengan piramida kecil, kawasan becocok tanam serta sistem irigasi yang sangat baik.

"Ini seperti orang begitu saja datang dari Inggris lalu tiba-tiba menemukan istana masa pertengahan. Puing-puing tersebut belum pernah diketahui dan direkam keberadaannya dalam rezim Khadafy," kata David Mattingly FBA, Profesor Arkeologi Romawi di University of Leicester seperti dikutip ScienceDaily, Senin (7/11/2011).

"Citra satelit memungkinkan kita melihat wilayah luas. Bukti menunjukkan bahwa iklim di wilayah itu tidak berubah dari dulu dan kita melihat bahwa kawasan dengan curah hujan nol itu pernah dibudidayakan. Ini adalah lanskap purba yang menarik dari sisi fitur dan kualitasnya," kata Martin Sterry, peneliti lain yang juga dari University of Leicester.

Penelitian mengonfirmasi bahwa kota yang hilang tersebut dibangun pada masa pra-Islam. Sementara, peradaban yang mendiaminya adalah Garamantes, sebuah peradaban yang diduga lebih mau maju dan punya peran lebih besar daripada yang diduga. Penemuan ini juga menantang teori bahwa Garamantes ialah peradaban nomaden, barbar, dan pembuat kekacauan.

"Justru, mereka sangat beradab, hidup dalam wilayah yang luas didominasi oleh petani oasis. Mereka diorganisasi dalam kota dan desa, bahasa dan tulisan, serta teknologi. Garamantes adalah pioner dalam membuka oase dan perdagangan trans Sahara," jelas Mattingly.

Mattingly menambahkan, penemuan ini merepresentasikan kota di Libya yang tidak dikolonialisasi oleh orang-orang Mediterania, seperti Yunani dan Roma. "Garamantes harus menjadi pusat perhatian pada apa yang anak-anak sekolah Libya pelajari tentang sejarah dan peninggalannya," ujarnya.

Dengan jatuhnya rezim Khadafy dan penemuan ini, Mattingly mengungkapkan, sekarang adalah saat yang baik bagi masyarakat Libya untuk menggali sejarah panjangnya yang sebelumnya ditutupi.