ISLAM DAN ORIENTALISME

Bookmark and Share


Upaya melawan dan membendung penyakit pluralisme, liberalisme, inklusifisme dan sebagainya, yang kini marak, sebenarnya sudah dialakukan antara lain oleh Muhammadiyah melalui buku berjudul ORIENTALISME ini.


Setelah hampir tiga puluh tahun, ternyata serangan itu semakin gencar, bahkan kini Muhammadiyah sendiri terjangkiti penyakit pluralisme, liberalisme, inklusifisme dan sebagainya itu, tidak saja melalui komunitas mudanya yang bernaung di bawah bendera JIMM, juga melalui tampilan beberapa tokoh Muhammadiyah seperti Syafii Maarif, Dawam Rahardjo, Moeslim Abdurrahman, Sukidi dan sebagainya.


Redaksi Swaramuslim tertarik menerbitkan buku ini secara elektronik, setidaknya untuk mengingatkan kita bahwa upaya membendung dan melawan penyakit pluralisme, liberalisme, inklusifisme dan sebagainya itu, yang pernah dilakukan senior-senior kita ternyata ternyata kalah pamor, juga kekurangan energi. Sehingga penyakit itu kini bersimaharajalela.



Pengantar


Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, washshalaatu wassalaamu’ala Rasulillahi, Muhammadin wa ala aalihi washabihi ajma’iin amma ba’du.


Sesungguhnya orang-orang mu’min terutama Ulama dan para pemuka masyarakat yang di dalam memimpin ummat, menegakkan aqidah, menuju kebahagiaan yang diredhai oleh Allah SWT sesuai dengan tujuan Agama Islam yang digariskan Allah dan dipimpinkan oleh Rasul sebagai mubassyir, naziir, dain ilallah biizinihi, wa sirajan muniiran –yang harus diwarisi oleh Ulama-ulama dan Zu’ama Islam.


Untuk itu amatlah perlu bagi seorang mukmin, terutama da’i untuk mengenal posisinya sendiri, juga strategi dan taktik orang-orang di luar Islam.


Di samping ummat Islam melakukan da’wah, lebih dahulu ia juga harus tahu tentang “apa dan siapa yang ingin menghambat kemajuan Islam; karena yang menghambat itu berarti memusuhi Allah.



Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 257:


“Allah adalah Pelindung (Pemimpin) bagi orang-orang beriman; Dialah yang melepaskan mereka dari ZHULUMAAT (gelap gulita dalam segala hal), ke dalam AN NUUR. Adapun orang-orang kafir, pemimpin-pemimpin mereka adalah Thaghut (Syaithan). Syaithan itulah yang menggiring mereka dari annur ke dalam zhulumaat; mereka itu adalah penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah ayat 257).


Orang-orang beriman dalam menegakkan aqidah dan ajaran Ilahi menuju keredhaan Allah; selalu mendapat rintangan, halangan dan kesulitan; baik yang nyata maupun tersembunyi; yang halus maupun yang kasar; menghadapi rayuan atau tekanan/paksaan yang datang dari orang-orang yang pandai membohong, menipu dan membingungkan; dengan menggunakan bermacam kekuatan, fasilitas dan mass media, yang berakibat langsung ataupun tidak langsung terhadap ummat Islam; sehingga banyak di antara ummat Islam yang terlalai, terlupa dan terpengaruh. Akibatnya kaum Muslimin tidak menyadari bahaya yang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak menyukai Islam; bahkan sebagian kita merasakan seolah-olah faham dan sikap yang demikian sebagai ajaran Islam yang murni.


Kalau dibiarkan begitu saja, akhirnya ummat Islam yang sudah terbius seperti ini akan jatuh ke tangan orang lain tanpa disadarinya; dan sebagian mereka sudah diperalat oleh orang luar Islam untuk mensirnakan Islam itu sendiri. (Na’uzu billahi min zalik).


Untuk menghindarkan bahaya inilah kita ingin mengemukakan beberapa masalah yang ada hubungannya dengan persoalan tersebut di atas; yaitu “Bagaimana cara orang lain menghadapi Islam, melenyapkan Aqidah dan sekaligus menggerogoti ummatnya.”


Bersama ini kami sajikan sebagian dari pendapat-pendapat dan fakta sejarah yang telah diteliti dari sumber AL ISTISYRAAQ (ORIENTALISME) oleh Doktor Abdul Mu’nim Moh Hasanain, yang menjelaskan sifat, sistim, cara dan strategi orang-orang yang tidak menyukai Islam (Orientalis).


Semoga ummat Islam umumnya, Ulama, Zu’ama-zu’ama dan cendekiawan serta sarjana Islam khususnya akan dapat mengetahui, menyadari dan berhati-hati, supaya kita semua selamat dari cengkeraman orang-orang yang tidak menyukai Islam dan memusuhinya.


Wabillahit taufiq wal hidayah.


Jakarta, 2 Jumadilakhir 1396 (10 Mei 1978)


Lembaga Penelitian dan Perkembangan Agama (LPPA) MUHAMMADIYAH

H. Abdul Malik Ahmad (Ketua)

Anhar Burhanuddin (Sekretaris)


MUQADDIMAH


Orientalisme adalah suatu gerakan yang timbul di zaman modern, pada bentuk lahirnya bersifat ilmiyah, yang meneliti dan memperdalam masalah ketimuran. Tetapi di balik penelitian masalah ketimuran itu mereka berusaha memalingkan masyarakat Timur dari Kebudayaan Timurnya, berpindah mengikuti keinginan aliran Kebudayaan Barat yang sesat dan menyesatkan.


Orientalis, adalah kumpulan Sarjana-sarjana Barat, Yahudi, Kristen, Atheis dan lain-lain, yang mendalami bahasa-bahasa Timur (bahasa Arab, Persi, Ibrani, Suryani dan lain-lain), temtama mempelajari bahasa Arab secara mendalam. Studi ini mereka gunakan untuk memasukkan ide-ide dan faham-faham yang bathil ke dalam ajaran Islam, agar aqidah, ajaran dan da’wah Islam merosot, berkurang pengaruhnya terhadap masyarakat, tak berbekas dalam kehidupan, tidak mampu mengangkat derajat kemanusiaan, tidak berperan lagi untuk melepaskan manusia dari perhambaan pada makhluk, dan tujuan Islam tak kunjung tercapai dalam mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan (Zhulumaat: kufur, syirik, fasik, lemah, bodoh, tertindas, miskin, dijajah, dianiaya, dan dalam keadaan terbelakang dalam segala bidang) menuju An Nur (kebalikan dari Zhulumaat, yaitu bertauhid, iman, kuat, pintar, cerdas, adil, aman, makmur, maju dan lain sebagainya).


Seperti kita ketahui, bahwa segala tipu daya dan kebatilan yang mereka resapkan sedikit demi sedikit telah masuk ke dalam kebudayaan Islam dan berakibat mengurangi peranan Islam dalam penyiaran ilmu pengetahuan yang telah membawa Eropa dari zaman pertengahan (masa kebodohan dan kegelapan) ke masa kejayaan masa modern (yang sekarang telah menjadi kebanggaan para Sarjana Barat).


Pihak Orientalisme berusaha keras menyerang Islam, dan menggerogoti da’wahnya, sebab mereka tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh nafsu hendak memusuhi Islam yang mereka warisi. Usaha mereka itu tidak saja secara sembunyi-sembunyi dan menaburkan benih-benih keragu-raguan terhadap sumber Islam, memasukkan kebatilan-kebatilan ke dalam ajaran syari’at, menggiring ummat Islam ke dalam aliran fikiran yang sesat, dan menyerang bahasa Arab (bahasa al Qur’an), tapi juga terang-terangan membantu propaganda gerakan yang berselubung di bawah nama Islam yang menyesatkan.


Juga para Orientalis memonopoli semua mass media, yang digunakan untuk membinasakan dan menjauhkan ummat Islam dari agamanya, bahkan merusakkan putera-puteri Muslim yang belajar di sekolah-sekolah dan di negeri mereka.



Di bawah ini akan kita uraikan bahaya Orientalisme ini, tujuannya dalam memerangi Islam dan menggerogoti da’wah, alat yang dipergunakannya dalam usaha mereka baik yang nyata maupun yang tersembunyi, usaha dan langkah yang perlu kita lakukan untuk melegaskan bahaya, serta tangkisan kita terhadap tipu daya musuh-musuh Islam dan lain-lainnya.


1. Timbulnya Orientalisme.

Salahlah orang yang berpendapat bahwa Orientalisme gerakan ilmiyah yang tujuannya hanya memperdalam masalah ketimuran saja (kepercayaan, adat dan peradabannya). Sebenamya Orientalisme hakekat dan kenyataannya adalah alat Penjajah; tujuan Orientalisme ini ialah: “memakai dan mempergunakan penelitian masalah ketimuran sebagai langkah untuk menyerang/memerangi Islam, menimbulkan rasa keragu-raguan terhadap sumber-sumber Islam agar ummat Islam berpaling dari agamanya, agar ummat Islam jangan sampai pada kemuliaan dan kekuatannya, tetapi hanya selalu mengekor kepada Barat, dan selalu taqlid masa bodoh dan apatis, melihat segala macam jenis kejahatan dan kemerosotan di negeri mereka. I


Orientalisme ini hakekatnya adalah lanjutan dari perang Salib, melawan Islam, sebab sebenarnya perang Salib ini belum berhenti, tetapi hanya mengambil bentuk dan warna yang berbeda, di antaranya Orientalis.


Orientalis muncul dengan kedok sebagai para ahli untuk mengadakan riset dan survey tentang sesuatu bidang ilmu pengetahuan dengan maksud tertentu untuk memasukkan berbaga macam fitnah, menebarkan isue-isue; melampiaskan segala isi hatinya dan kedengkiannya terhadap Islam, dan menulisi Islam dengan pena yang beracun.


Para Orientalis terang-terangan menolak sistim ilmu Islam yang asli. Ini berakibat menyimpangnya ummat dari hakekat kebenaran, dan meninggalkan hukum Islam. Orientalis tidak mungkin membiarkan Islam terlaksana di tengah-tengah masyarakat.


Para Orientalis adalah antek-antek penjajah Barat terhadap Negeri-negeri Timur dan Negeri Islam, karena gerakan Orientalis ini adalah lanjutan dari Perang Salib dalam bentuk yang lain.


Gerakan Orientalis berkembang pesat dan sudah sampai berlanjut selama dua abad, perubahan yang bergerak sebagai salah satu bentuk penjajahan.


Asal kata “Orientalisme” bahasa Arabnya al istisyraaq, mashdar fiil: Istasyraqa. Artinya, “mengarah ke Timur dan memakai pakaian masyarakatnya.”



Para Orientalis (al Mustasyriqun) mendalami bahasa-bahasa Timur sebagai langkah untuk mengarah ke sana. Masing-masingnya mempelajari satu bahasa atau bermacam-macam bahasa Timur, seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, bahasa Ibrani, bahasa Urdu, Suryani, Indonesia, Melayu, Cina dan lain-lain. Sesudah itu mereka mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan, kesenian, adab/sastra, kepercayaan masyarakat yang mempunyai bahasa tersebut di atas dan lain-lainnya. Bahasa Arablah yang menjadi sasaran utama dari tujuan para Orientalis ini.


Memang para Orientalis sudah banyak yang mempelajari bahasa Arab, dan menjadi spesialis dalam ilmu bahasa, seperti ahli Nahwu, ahli Sharaf, ahli Sastra (Adab) dan ahli Balaghah. Kemudian mereka mulai menjurus pada ilmu-ilmu Islamiyah, seperti: Aqidah, Syari’ah dan lain-lain, dan seterusnya menambah Aqidah dan Syari’ah yang murni itu dengan kebatilan-kebatilan untuk mengaburkan hakekat Islam dan memalingkan ummat dari agamanya yang menunjukinya ke jalan kemajuan dan kemuliaan. Tujuan tersebut telah terlaksana dan mempengaruhi kebudayaan negeri-negeri Islam.


Bukti yang paling jelas mengenai hubungan Orientalisme dengan penjajahan yaitu bahwa pasaran Orientalisme sangat pesat di Eropa, Amerika dan negara-negara yang ada kepentingannya dengan negara Timur umumnya dan negara-negara Islam pada khususnya. Kesempatan yang lebih luas lagi bagi Orientalisme di negara-negara jajahan digunakan untuk mengendalikan peperangan di negara-negara Timur dalam segala bentuknya, yang dikenal di zaman modern, baik perang bersenjata (militer) maupun perang ekonomi, politik atau kebudayaan atau perang fikiran. Bahkan hampir tidak terdapat Kedutaan-kedutaan Negara-negara Penjajah di negeri-negeri Timur dan negara-negara Islam yang tidak ada di dalamnya. “Orientalis” yang menduduki posisi/jabatan-jabatan strategis pada kedutaan itu, baik diplomat atau pegawai biasa.


Sesungguhnya ikatan Orientalisme dengan penjajah dan antek-anteknya menjadikan Orientalisme selalu meningkatkan usahanya dalam menyesatkan Islam dan menggerogoti da’wah Islamiyah. Mereka menggunakan semua alat, dalam penyesatan tersebut, sebab agama yang maha suci inilah satu-satunya penghalang yang tangguh dalam menghadapi penjajahan dan perhambaan kepada selain Allah.


Para Orientalis mengetahui betul dalam penelitiannya terhadap Islam bahwa aqidah Islam menanamkan dasar-dasar yang kokoh sesuai dengan fitrah kemanusiaan, umum dan logis, sesuai dengan akal yang lempang, serta textnya (nash-nash) yang tegas, di mana tidak memungkinkan bagi akal (otak) para ahli fikir dan failasuf untuk membatalkan pokok yang satu ini dari sumbernya, apabila mereka sudah terbiasa dengan manhaj ilmu yang benar. Justru karena itu sejak dahulu, sejak timbulnya, Orientalisme selalu menanamkan bibit-bibit penyelewengan terhadap Da’wah Islam dengan memasukkan kebatilan-kebatilan, dengan kedok penelitian dan pembahasan ilmiyah yang berselubung.


Dengan demikian nyatalah bahwa Orientalisme merupakah pelindung musuh-musuh Islam, Penjajah, Atheis, Zionis dan lain-lain. Di balik nama Orientalisme ini bernaung apa yang dikatakan penganut faham Komunis yang berbahaya dan merusak itu, dan para penyokong aliran-aliran atheisme di zaman modern. Mereka menghimpun segala kemarahan dan kebencian terhadap Islam; lantaran Islam itu berasaskan Tauhid dan merupakan Risalah Ilahiyah yang bertitik tolak dan memusatkan segala-galanya kepada Allah. Semua Rasul Allah selalu memulai da’wahnya terhadap kaum/ummatnya dengan perkataan: “Sembahlah olehmu Tuhan-mu; tak ada Tuhan selain Dia.”


Agama adalah fitrah yang diberikan Allah kepada manusia, yang hakekat fitrah manusia pun sesuai dengan agama itu, dan Tauhid yang sangat sesuai dengan jiwa manusia; hanya Iblis dan Syaithanlah yang memalingkan dan mempengaruhi manusia kepada penyembahan thaghut, patung, batu, syaithan, api, kuasa manusia, dan lain-lain.


Aqidah Islam adalah aqidah yang jelas dan tegas, jauh dari keraguan dan sangkaan serta khayalan (imaginasi). Dengan aqidah yang betul, manusia mampu mengendalikan hawa nafsunya; dan aqidah inilah yang diperkokoh oleh akal supaya tetap baik dan sampai pada hakekat yang sebenamya.


Dengan begitu jelaslah bahwa Orientalisme adalah alat yang dipakai oleh musuh-musuh Islam yang ingin merusak dan menggerogoti da’wah dan ajaran Islam yang sangat sesuai dengan fitrah manusia tersebut.



Para Orientalis berusaha keras memerangi Islam dengan segala cara, gaya dan dayanya dan dengan berbagai bentuk; karena tujuan mereka terang-terangan anti dan ingin menghancurkan Islam itu sendiri. Syukur, Allah selalu melindungi ummat Islam dan menenangkan ummat Islam, betapapun benci dan lihainya orang kafir.


2. Usaha Orientalisme Dalam Memerangi Islam Dengan Bersenjatakan Ilmu.

Para Da’i dan Ummat Islam yang antusias terhadap Da’wah Islamiyah patut sekali mengetahui dan mendalami usaha-usaha yang dilakukan oleh para Orientalis dalam memerangi Islam sebab mereka itu hakekatnya adalah musuh Islam yang paling keras.


Mereka (Orientalis) menjadikan ilmu sebagai alat untuk menggerogoti da’wah Islam dan bersembunyi di balik topeng-topeng pembahasan dan penelitian ilmiyah. Sebenarnya mereka itu memasukkan bibit-bibit (benih-benih) kebatilan terutama sekali ke dalam Syari’ah Islamiyah, masalah-masalah Fiqih, muamallah dan lain-lain, di mana dengan sengaja mereka membikin hal-hal yang menyesatkan terhadap Angkatan Muda Islam, yang belajar kepada mereka, memantapkan serta memberikan hal-hal yang membuat orang bungkem dan merasa cukup terhadap fikiran-fikiran yang merusak dan berbahaya, dan menarik secara halus agar para mahasiswa yang Belajar dengan Orientalis dan yang belajar di negara-negara tersebut (Barat) bergabung dengan mereka (Orientalis) dalam merusak dan mencari-cari kejelekan Islam, tanpa mereka sadari. Bahkan ada Universitas Orientalis yang mensyaratkan adanya kemampuan mahasiswanya untuk menjelaskan kejelekan Islam bila mereka hendak mendapat degree kesarjanaan.


Adapun tulisan-tulisan para Orientalis yang berkenaan dengan Risalah Islamiyah, Rasul-rasul lain-lain, tegas-tegas membongkar rahasia kebenciannya yang terpendam terhadap Islam.


Salah satu contoh dapat kita kemukakan di sini, yaitu “apa” yang ditulis oleh salah seorang Orientalis yang bernama Gold Tziher (Buku-buku karangan Gold Tziher nii di zaman Belanda dijadikan standard pengetahuan agama di Fakultas-fakultas Hukum). Untuk mengetahui maksud jahat mereka dan peranannya dalam menindas Islam dan menggerogoti da’wah Islamiyah dengan menggunakan ILMU sebagai alat dalam mencapai tujuannya.


Orientalis tersebut mengatakan dalam buku yang dikarang oleh Gold Tziher, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Dr. M. Yusuf Musa dkk, berjudul AL AQIDAH WAS SYARI’AH FIL ISLAM, halaman 15, berbunyi:


“… Maka pemberitaan-pemberitaan kegembiraan oleh Nabi Arab itu bukanlah suatu yang baru, melainkan hanya merupakan kutipan-kutipan yang diambilnya dari pengetahuan-pengetahuan dan pokok-pokok fikiran agama-agama yang diketahuinya atau diperolehnya akibat hubungannya dengan tokoh-tokoh Yahudi atau Kristen dan lain-lain. Hal itulah yang berbekas dan berpengaruh pada Muhammad secara mendalam, yang menurut dia (Muhammad) pantas sekali untuk membangunkan jiwa dan perasaan keagamaan yang sejati di kalangan anggota-anggota kaumnya.”


Ini adalah perkataan yang berbisa, yang diulang-ulang oleh para Orientalist yang terang-terang benci/sentimen, seperti: da’wah yang pernah dilancarkan oleh kaum Musyrikin sejak 14 abad yang lalu, yang langsung dibalas oleh Allah SWT, sehingga Allah membongkar rahasia, akal dan perbuatan jahat mereka, dalam surat Al Fufqan ayat 4-6:



Orang-orang Kafir itu berkata, “Ini tidak lain dari kata-kata dongeng yang diadakan oleh Muhammad dan ditolong oleh kaum lain; dengan perkataannya itu mereka sudah mengerjakan keaniayaan dan dosa besar.”


Orang Kafir itu berkata lagi, “Adalah dongeng orang-orang dahulu kala yang dikutipnya; dan itulah yang didiktekan kepadanya pagi dan sore (terus-menerus).


Katakanlah (hai Muhammad), Ajaran ini diturunkan oleh Yang Maha Tahu rahasia langit dan bumi, dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al Furqan 4-6).


Kemudian Allah membantah dan mematahkan alasan-alasan musyrik tersebut dengan firman-Nya:


“Jika kamu ragu pada apa yang Kami turunkan pada hamba-Ku, maka datangkanlah satu surat yang serupa Qur’an itu, panggil saksi-saksimu yang selain Allah, jika kamu benar, andaikata kamu tidak sanggup membuatnya, dan pasti kamu tak akan sanggup berbuat itu, maka takutlah kamu pada api neraka yang sebagai kayu bakarnya ialah manusia dan batu yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (al Baqarah 23).


Gold Tziher dan konco-konconya di kalangan Orientalis adalah musuh Islam, melakukan pemurtadan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Quraisy dahulu kala yang bersikap menentang dan angkuh. Sedangkan orang musryik Quraisy masih adil (sopan) dalam pembangkangannya, dan akhirnya mereka itu masuk ke dalam agama Islam dan ikut berjihad pada jalan Allah, dan pahlawan-pahlawan perang menghadapi musuh-musuh Islam.


Adapun Orientalis selalu saja menyerang Islam, menggerogoti da’wah dengan membikin keragu-raguan di dalam pemaham-an Al Qur’an. Menimbulkan waham (pendangkalan faham) dengan memutarbalikkan fakta, dengan membuat hadis-hadis palsu atau mengatakan sendiri bahwa Rasul sendiri pernah melampaui ketentuan wahyu karena menasakhkan (membatalkan) wahyu yang pernah turun dengan perintah Allah. Bbegitulah dakwaan Orientalis tersebut, sebagaimana bisa dilihat pada buku berjudul Aqidah was Syari’ah fil Islam karangan Gold Thiher halaman 41.


Jelaslah kebencian Orientalis ini, bahkan kebencian itu sudah mempengaruhi otaknya, karena akalnya yang sehat sudah dipengaruhi oleh hatinya yang benci, di mana dia mengakui bahwa Muhammad itu Rasulullah, yang merubah Risalah Tuhan-nya atas perintah Tuhan karena situasi yang memaksa. Apakah ini masuk di akal?


Siapakah Rasul yang membawa Risalah yang berani mendustakan Allah, dan tetap sebagai Rasul? Tidakkah perkataan Orientalis tersebut suatu kebencian yang merusak akalnya sendiri dan memutar-balikkan fakta?



Tidakkah pernah orang yang benci itu membaca ayat Allah yang menangkis tuduhan bohong orang musyrik, yang mengatakan bahwa Muhammad mengada-adakan kebohong-hohongan? Yaitu surat Al-Haqqah ayat 44-47:


“Kalau dia (Muhammad) berkata kepada Kami perkataan-perkataan yang lain, niscaya akan Kami tarik dia dengan kekuatan dan kemudian akan Kami putuskan hubungan yang kuat itu dengannya, maka tidak akan ada seorang pun yang mampu menghalanginya (membelanya).”

Permusuhan Orientalis terhadap Islam sudah nyata sekali, baik melalui perkataan (lisan), tulisan-tulisan yang beracun, maupun yang tersembunyi di dalam hatinya.


Ummat Islam harus bersikap hati-hati dan berusaha membongkar kepalsuan, tipudaya kaum Orientalis yang berselubung di balik semboyan “kebijaksanaan atau logika” dan ummat Islam wajib kerja keras melaksanakan Risalah Islamiyah sampai meresap ke dalam akal fikiran dan perasaan dan dapat diwujudkan dalam kenyataan hidup.


Kita membaca tulisan-tulisan Orientalis mengenai Islam, kalau topiknya betul, dia masukkan kata-kata tuduhan di sana-sini, maka berbuatlah dia ibarat pembunuh yang menyerang orang yang lengah.


Betapa banyak para ilmuwan Islam yang tertipu oleh Orientalis ini, dan mentah-mentah mengambil keterangan, sebagai hukum positif tanpa kritik, bahkan ikut serta bergabung dengan Orientalis tersebut dalam memerangi Islam, penggerogotan Da’wah, penyesatan, dan menganggap itulah teori atau program yang terbaik. Na’uzubillah min zalik.


Para Orientalis pada umumnya mempelajari Islam, dengan niat untuk menghimpun tuduhan terhadap Islam dengan kedok, selubung ilmiyah, penelitian dan survey tentang hakekat Islam, akan tetapi kefanatikannya mengalahkannya dari mengatakan kalimat haq.


Maka untuk menghindari dirinya dari Taa’sub (fanatik), kita harus berusaha menjadikan mereka Sarjana yang murni, yang bersih dan tak palsu dan tidak zalim.


Kaum Orientalis dan pengikut-pengikutnya memang berusaha menghimpun sifat-sifat positif dan negatif, tapi dalam penghimpunan itu mereka tak mungkin lupa menyisipkan komentar-komentar yang menyesatkan. Dari itu kita harus membaca karangan-karangan Orientalis dan lantas kita koreksi dengan berhati-hati sebab mereka tak mungkin bersih dari pengaruh sentimen nafsu pertentangan yang telah mereka warisi sejak zaman Perang Salib, dan tak mungkin lepas dari usaha keras mereka memerangi Islam, menggerogoti Da’wah kebenaran (membuktikan yang haq dan melenyapkan kebatilan).



Islam selalu menghadapi musuh-musuh yang senantiasa menunggu kesempatan di segala pihak, dan kaum Muslimin pun selalu menghadapi musuh-musuhnya yaitu Orientalis, pewaris kaum salib yang memaksa ummat Islam agar selalu sadar dan siaga. Para Da’i (juru Da’wah) wajib dilengkapi dengan segala perlengkapan ilmu yang luas, mendalami serta mengetahui apa yang ada pada musuh, supaya mereka dapat membela agama dari tipu daya musuh dan membatalkan perbuatan jahat musuhnya. Allah selalu melindunginya.


Berikut ini dikemukakan pembahasan sekitar usaha dan cara kaum Orientalis dalam memerangi Islam, memerangi ummat Islam dan memalingkan mereka dari agamanya. Tapi Allah tetap menangkis tipu daya mereka dan menjaga agama yang diridhoi-Nya.


CARA ORIENTALISME MENGGEROGOTI DA’WAH ISLAM


1. Kristenisasi

Tak diragukan lagi oleh ummat Islam, bahwa Perang Salib belum berakhir, sejak Eropa keluar dari keterbelakangannya di zaman pertengahan mereka menuju ke timur dan menjadikannya daerah-daerah jajahan.


Penjajah bermaksud menguasai negeri dan rakyatnya, kemudian menghancurkan Aqidah yang sudah bersemi di hati ummat Islam.


Melalui Orientalisme, penjajah menanamkan perasaan bahwa Islam berbahaya bagi programnya. Program yang digariskannya dengan tujuan hendak mematikan nilai kemanusiaan di negeri jajahan, supaya lenyap perasaan kemanusiaan di sana, sehingga tidak akan timbul bibit-bibit perlawanan menghadapi penjajah yang sudah memonopoli negeri itu, dan program yang bertujuan mematahkan hal-hal yang peka pada jiwa ummat Islam yaitu faham Wahdaniyah yang tidak mau tunduk pada selain Allah.


Justru karena itulah penjajah menebarkan hal-hal yang menyerang Islam secara rahasia melalui Orientalis, terbukti dengan mobilisasi tentara di bawah pimpinan Orientalis, mendrop para propagandis ke negeri-negeri Islam dan melindunginya dengan tentara-tentara penjajah, mengatur posisinya dan propagandanya di kota-kota dan kampung-kampung, membantu mereka dengan uang, atau mendirikan rumah sakit, rumah jompo dan sekolah-sekolah; sebagai alat jaringan penyesatan. Mereka bersembunyi di balik kedok demi melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan, dengan kedok yang.bernama Al Masih.


Di samping sasarannya yang lain, ialah membasmi bahasa Arab dan mencabutnya dari ummat Islam, bahasa Al Qur’an konstitusi Agama. Dalam mencapai tujuannya, penjajah membujuk orang-orang yang ahli bahasa Barat, lantas diberi jabatan dan posisi penting, untuk mendorong semangat ummat Islam berlomba-lomba mempelajari bahasa penjajah, yang sekaligus orang-orang yang sudah asyik dengan bahasa asing (penjajah) itu terlengah, atau segan-segan mempelajari bahasa Arab, dengan pengertian bahwa mempelajari bahasa Barat (Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Rusia dan lain-lain) tidak mempengaruhi aqidah agamanya. Karena itulah hampir semua negeri-negeri Islam yang berbahasa Arab pun menggunakan bahasa asing, mereka hanya tahu bahasa Arab di waktu Shalat. Seperti umumnya di negeri-negeri Afrika Utara. Syukurlah sepeninggal penjajah, negeri-negeri ini bekerja keras mengembalikan bahasa Arab, sesudah berpengaruhnya Westernisasi di sana.



Para propagandis Kristen di negara-negara Islam sukses sekali, apalagi setelah merosotnya bahasa Arab, sebagai bahasa yang menjadi pendorong keinginan beragama di kalangan ummat. Pemerintahnya melepaskan pegangan ummat dari agama, adab dan akhlaq Islam.


Sebenarnya Orientalis dan penjajah lupa pada rahasia kegagalannya untuk membawa orang Islam melepaskan agamanya, yaitu bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan naluri dan fitrah manusia sendiri, betapapun besar biaya dan usaha mereka namun hal demikian tidaklah bisa menjadikan mereka berjaya karena Islam itu agama Fitrah yang sangat seuai dengan kejadian manusia.


Ini pulalah rahasia masuknya Islam ke negara-negara lain dan langsung bersemi di hati dan akal penduduknya. Islam tersebar tanpa penyerbuan tentara dan pengiriman propagandis-propagandis yang banyak, tapi sebenarnya Islam tersebar di seluruh dunia hanya dengan inti ajarannya yang tersebar melalui pedagang yang bukan tujuannya berda’wah, tetapi meluas melalui gerakan menyeluruh. Penyiaran Islam di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika dimasuki Islam tak pernah dilakukan dengan kekuatan senjata ataupun propaganda besar-besaran, tetapi hanya dengan cara menyadarkan dan menghayati fitrah.


Taktik musuh Islam


Cara-cara propagandis (sesudah perang Salib) menguasai negara Islam, dan setelah gagal mencapai maksudnya, maka mereka merubah taktiknya dengan menggerogoti da’wah dengan memasukkan khurafat, bid’ah, tahayul, cerita-cerita dongeng Israiliyah/Kebatilan ke dalam ajajan Islam khususnya, menebarkan faham atheisme di Eropa, Amerika. Dengan terbongkarnya rahasia Kristen bahwa agama ini tak dapat diterima akal dan tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, yaitu Trinitasnya, Kristen khawatir kalau Islam menjalar ke Eropa dan Amerika, justru karena itulah mereka melakukan offensif, merongrong da’wah dan melemahkan kekuatan agama Islam dari jiwa ummat Islam, dan melemahkan semangat yang mendorong kaum Muslimin dalam menghadapi penjajah, yang akhirnya terbuktilah peranan Orientalisme sebagai alat dari salibiyah dan penjajah. Tapi Allah selalu melindungi Agama-Nya.


2. Membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-atiran fikiran yang menyesatkan

Di antara cara menggerogoti da’wah Islam ialah membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-aliran yang menyesatkan; terutama Generasi Mudanya dengan memalingkan mereka dari agama.


a. Materialisme

Zaman modern telah diracuni dengan meniupkan faham kebendaan ke dalam otak dan pribadi masyarakat, dengan faham yang mengingkari nilai kemanusiaan, rasa kasih sayang penyantun terhadap keluarga, kerabat dan masyarakat semuanya.



Yang paling berbahaya di dalam aliran materialisme ialah besarnya nafsu manusia, nafsu masuk selalu di bagian-bagian yang lemah, sehingga manusia itu selalu cenderung pada hal-hal yang cepat untuk mendapatkan kecintaan dan kesuksesannya, seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam surat al Qiyamah ayat 20-21 dan surat Al Insan ayat 27, yang artinya:


“Ingat! bahkan kamu suka yang segera dan kamu tinggalkan akhirat.” (al Qiyamah ayat 20-21).


“Sesungguhnya mereka itu mencintai yang segera, dan meninggalkan di belakangnya hari yang berat pertanggungan jawabnya (siksanya).” (al Insan ayat 27).


Kecenderungan nafsu ini dimanfaatkan oleh musuh Islam, untuk memojokkan pemuda dan pemudi melakukan penggerogotan da’wah Islam dengan mengutip sebagian kata-kata akhli tasauf yang mengatakan dirinya Islam, di mana kaum tasauf yang ingin memencilkan dirinya dari kesenangan dunia, yang menurut anggapan mereka adalah bukti dari mengikut agama yang sebenarnya. Semua ini adalah propaganda batil. Tapi Orientalis mengambil manfaat dari hal tersebut, untuk merusak Generasi Muda Islam dengan faham materialis, agar mereka bingung dan ragu.


Materialisme, mengingkari agama yang menyeru kepada iman, iman pada metafisika (ghaib) yaitu iman pada Allah, malaikat, akhirat, hisab, surga, neraka dan semua yang terjadi di dalam rasa menjadi pegangan ratio bagi aliran kebendaan di dalam mehghukum sesuatu, untuk menerima atau menolak, artinya aliran kebendaan menyarankan ummat manusia ke dalam hawa nafsu dan mencintai dunia serta meninggalkan agama yang benar.


Karena itu para juru da’wah/ummat Islam harus menangkis propaganda yang menyesatkan ini dan menjelaskan kepada Angkatan Muda khususnya bahwa Islam bukan saja menyeru kepada kebahagiaan di akhirat, dan tidak pernah mengharamkan segala yang baik waktu hidup di dunia, bahkan Islam menghendaki supaya mereka harus kuat dan sehat agar beramal di semua lapangan kehidupan, dan memanfaatkan segala sesuatu yang baik dari hasil usaha mereka itu. (Lihat surat Al-Baqarah ayat 172, Al-Maidah ayat 87, Al-A’raf ayat 32, dan An-Nahl ayat 97).


Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Makanlah olehmu rezki-rezki yang baik yang telah kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya mengabdi kepada-Nya semata!” (Al-Baqarah ayat 172).


Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu haramkan segala yang baik yang telah dihalalkan oleh Allah untuk kamu, dan janganlah kamu melewati batas, sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang melewati batas.” (Al-Maidah ayat 87).


Artinya: “Katakanlah! Siapa yang berani haramkan perhiasan yang telah didatangkan Allah untuk hamba-hamba-Nya, dan jangan mengharamkan yang baik-baik dari rezki; katakanlah semua itu adalah untuk orang-orang beriman guna kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat yang murni, begitulah Allah (Kami) menjelaskan ayat-ayat kepada orang-orang yang mengerti.” (Al-A’raf ayat 32).



Artinya: “Siapa-siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun wanita dan dia beriman, maka akan Kami berikan padanya kehidupan yang layak, dan akan kami cukupkan pahalanya dengan yang lebih baik dan yang sudah ia kerjakan.” (An-Nahl ayat 97).


Yang menegaskan: Agar orang-orang yang beriman menikmati yang halal dan yang baik, dan jangan mencoba-coba mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan jangan melanggar batas ketentuan (Syari’at).


Semuanya itu untuk menjamin keselamatan manusia sendiri serta untuk melindunginya dari bahaya kehancuran atau menurun ke derajat alam binatang (yaitu apabila ia sudah melanggar batas-batas tersebut). Kehancuran dan turun ke derajat hewan inilah yang diinginkan dan dituju oleh aliran materialisme.


b. Wujudiyah = Existentialism

Yaitu aliran kebebasan yang melepaskan dirinya dari semua ikatan kemasyarakatan, hukum, peraturan serta adat-istiadat, dan mengakui semua agama, tak punya tempat, tidak mempunyai isteri dan atau tanah air. Sebenarnya aliran ini adalah lanjutan dari aliran fikiran yang ditimbulkan oleh materialisme modern, yaitu memisahkan manusia dari aliran rohaninya dan menjadikannya menurun ke alam hewan semata, yang tak berperikemanusiaan dan tidak berperasaan.


PAUL SARTRE, tokoh aliran Wujudiyah (Existentialism) ini menyatakan: “Yang pantas dilaksanakan dalam kehidupan kebebasan ialah menjadikan orang-orang pengecut menjadi berani, menerima ajakan kebinatangan, melakukan keinginan nafsu, membuang semua tradisi ajaran-ajaran kemasyarakatan dan menghancurkan segala ikatan yang dibuat oleh agama-agama.” (Dari buku karya William James yang diterjemahkan oleh Dr Mahmud Hasbullah dengan judul Iradah al I’tiqad halaman 21).


Aliran Wujudiyah merusak tabiat manusia, akal, hati dan jiwa serta menjerumuskan kepada hewan yang tidak berotak, tidak berhati dan tidak berjiwa (tak berperasaan).


Aliran ini sudah tersebar luas di berbagai tempat di Eropa dan Amerika sebagai akibat dari kemerosotan Kristen di negeri-negeri tersebut. Kemudian Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk memperluas kegagalan dan kemerosotan masyarakat Eropa dan Amerika, yang kemudian diekspor (diluaskan) ke negeri-negeri Islam, melalui Pemuda-pemuda Islam yang belajar di Barat.


Faham ini ditanamkan pada pemuda-pemuda Islam, itu sebagai pengertian yang bermaksud untuk pendangkalan, yang dianggap sebagai gerakan kebebasan. Demikianlah peranan besar yang dilakukan oleh Orientalisme, untuk menyesatkan Pemuda-pemuda Islam dengan semboyan “Gerakan pembebasan yaitu bebas dari Agama, akal dan perikemanusiaan supaya mereka menjadi hewan yang lebih sesat, tidak khawatir lagi pada bahaya-bahaya kolonialis, dan Orientalis untuk memerangi Islam dan penggerogotan da’wahnya.”



Karena itu kita ummat Islam harus waspada terhadap propaganda yang berbahaya ini, supaya tidak terpengaruh oleh musuh-musuh tersebut.


c. Sekularisme

Di antara cara Orientalis untuk merusak da’wah Islam, ialah dengan penyebaran faham-fahamnya, kepada para ilmuwan Islam, agar mereka memisahkan antara ilmu dengan agama (yang disebut Sekularisme), yaitu propaganda palsu dan sesat yang bertopengkan intelektualisme.


Sebenarnya, Sekularisme adalah apa yang dipropagandakan oleh Orientalisme untuk merusak Da’wah Islam. Mereka membiayai dan memperlengkapi dengan segala fasilitas agar ilmu dapat terpisah dari agama. Gerakan ini mulai bangkit di Eropa setelah terjadinya persaingan antara Ilmuwan dengan pemuka-pemuka Gereja yang berkuasa di zaman Pertengahan dan menguasai otak orang-orang Eropa, yang tidak menerima fikiran atau pendapat di luar yang bersumber pada Gereja / Kristen. Di waktu itu kekuasaan Gereja mempunyai hak pengampunan terhadap orang-orang yang bersalah dan berdosa besar, begitu juga punya hak mengutuk dan mengusir sebagai mewakili Tuhan dan lain sebagainya.


Persengketaan ini berakhir dengan berpisahnya antara ilmu pengetahuan dengan Gereja dan masing-masing punya tokoh utama. Para ahli pengetahuan boleh berkata sesukanya tanpa protes dari pihak Gereja dan sebaliknya pihak Gereja punya hak mengatakan apa yang mereka sukai dalam urusan agamanya.


Ketika terjadi persaingan antara ilmu dan agama Kristen akibat dari perbuatan pihak Gereja yang menjalankan apa-apa yang diprotes oleh aliran ilmu maka Agama (Kristen) harus memisahkan diri dari urusan dunia, dan urusannya diganti/diambilalih oleh aliran ilmu tanpa agama. Berbeda dengan Islam, Islam selamanya tidak memisahkan dan tidak mempertentangkan ilmu dengan agama sebab ilmu adalah alat untuk memperkuat agama, dan agama itu sendiri pun adalah ilmu, dan ilmu adalah pembimbing kepada Agama. Di dalam Al-Qur’an, kata-kata “ilmu” dan yang berhubungan dengan ilmu punya hubungan/peranan penting sekali, yang lebih dari 820 kali disebutkan.


Pengembangan ilmu adalah sebagian dari risalah Islam, dengan ilmu manusia bisa mengenal Tuhannya, mengamalkan Syari’at Islam, dan Islam mewajibkan menuntut ilmu, lihat surat Az-Zumar ayat 9, Al-Mujadalah ayat 11, dan Thaha ayat 114.


“Katakanlah (ya Muhammad)! Apakah sama orang berilmu dengan yang tidak berilmu? Hanya yang bisa menganalisa ialah ahli-ahli fikir.” (Az-Zumar ayat 9).


“Allah meninggikan derajat orang-orang berilmu dan yang diberi ilmu.” (Al-Mujaadalah ayat 11).



“Katakanlah, ya Muhammad: O, Tuhan! Tambahlah aku dengan ilmu.” (Thaha ayat 114).


Adapun sekularisme yang dilahirkan oleh Orientalis, membawa pada pemisahan ilmu dengan agama, hal ini tidak ada dalam Islam dan tidak pantas ada dalam masyarakat Islam, karena Islam menghimpun ilmu dan pengetahuan.


Siapa yang menerima sekularisme berarti tidak akan tahu hakekat Islam dan tidaklah sempurna Islam seseorang tanpa ilmu!


Kita harus membendung pemuda-pemuda terpelajar dari taktik buta sekularisme yang menyesatkan, siapa yang tenggelam dalam aliran pemikiran yang dibawa Orientalis, berarti akan mengkaramkan ummat Islam sendiri, sebab hal demikian akan merusak aqidah dan menjauhkan mereka dari agama yang membawa kesentausaan mereka (Islam). Allah-lah yang punya kemuliaan, kekuasaan yang menentukan, begitu Rasul-Nya dan orang beriman.


3. Menghancurkan/Membasmi Bahasa Arab

Di antara cara Orientalisme menghancurkan Islam ialah dengan membasmi bahasa Arab, bahasa Al Qur’an. Ini dilakukan oleh Orientalis setelah mereka gagal merusak Al Qur’an secara langsung.


Orientalis menanamkan faham kepada pelajar-pelajar, mahasiswa-mahasiswa Islam di Barat dengan menyatakan bahwa “Bahasa Arab tidak perlu untuk perkembangan dan pembahasan.” Maksudnya ialah untuk melemahkan bahasa Arab itu sendiri agar Ummat meniriggalkan bahasa Arab dan terputuslah hubungan sesama ummat Islam dan antara Muslim dengan Allah dan Sunnah Nabi.


Orientalis menuduh bahwa “bahasa Arab mempunyai kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan, tidak mampu menanggulangi ilmu-ilmu modern. Keterbelakangan ummat Islam tersebab kekurangan-kekurangan yang ada dalam bahasa Arab. Bahasa Arab tak mampu menampung buah fikiran atau teori-teori Barat. Karena itu para pemakai bahasa Arab harus memakai atau mengalihkan perhatian kepada bahasa asing, dan mendalami bahasa asing yang digunakan di zaman modern ini.”


Tuduhan ini adalah palsu, dan bathil, sebab bahasa Arab adalah bahasa yang sangat luas dan bisa melahirkan bahasa/kata-kata baru. Buktinya, sesudah Islam meluas ke tetangga Arab, bahasa Arab bisa menerima bahasa Rumawi dan bahasa Parsi, yang dijadikan bahasa Arab, baik untuk mufradaat maupun Tarkib (susunan kata) sesudah itu meluas ke peradaban Yunani, dan Rumawi kuno. Dengan bahasa Arab bisa diterjemahkan fikiran-fikiran dan falsafat failasufnya, dari hasil usaha (ilmu) dan bahasa Arab inilah Eropa mulai dikeluarkan dari kegelapannya di zaman Pertengahan dan masuk ke abad modern yang mereka banggakan. Tidak logis, kalau bahasa Arab lemah seperti dituduhkan oleh para Orientalis di atas.



Orientalis menanamkan perasaan pada pelajar-pelajar/mahasiswa-mahasiswa Islam, agar mereka menulis atau mengarang harus dengan huruf/bahasa Latin/asing dari Arab, sebab bahasa Arab sulit menulis dengan mesin, sulit mencetaknya dan lambat dan bermagam-macam bentuknya. Sedangkan menulis huruf dengan Latin lebih praktis dan tidak sulit.


Inilah propaganda keji, yang memutuskan antara Generasi sekarang dengan generasi sebelumnya, dan kalau dibiarkan begitu, maka bahasa Arab akan ditulis dengan bahasa Latin, padahal dalam bahasa Latin tak ada huruf:


yang tidak mudah mengucapkannya dengan huruf Latin. Berarti bahwa propaganda untuk menulis bahasa Arab dengan huruf Latin adalah untuk melemahkan bahasa Arab, bahasa Al Qur’an dan untuk menghancurkan Islam.


Di samping itu, Orientalisme membesar-besarkan propaganda untuk menggunakan bahasa Arab ‘Ammi (bahasa pasar/harian) sebagai ganti dari bahasa fushhah (bahasa resmi) yang tidak dipakai dalam masyarakat awam, ini akan memisahkan (gap) antara orang awam (biasa) dengan orang terpelajar.


Padahal bahasa fushhah, adalah bahasa Qur’an dan Hadist, untuk memberikan pemahaman pada semua kalangan, tetapi kalau dipojokkan untuk kalangan pelajar dan cendekiawan Arab saja akan tertinggallah orang-orang awam dari memahami Islam, mereka tak akan mampu melaksanakan, mengamalkan perintah atau meninggalkan larangan, dan tidak tahu alasan-alasannya, tidak mengerti kisah-kisah dari Al Qur’an atau pelajaran-pelajaran Islam secara umum.


Sebaliknya bahasa ‘Ammi hanya difahami oleh kalangan terbatas, dan tiap-tiap negara Islam (Arab) berbeda-beda pula bahasa ‘Ammi-nya. Taklah asing, kalau bahasa ‘Ammi di satu tempat (antara Mesir dengan Libya, atau Saudi dengan Marokko dan lain sebagainya), berbeda dan bertentangan satu sama lain, yang tidak dapat difahami satu sama lain, sebagaimana perbedaan bahasa Inggris awam di Amerika dan Inggris dan lain sebagainya. Ini tidak lain adalah cara Orientalis memecah belah orang Islam dan menghancurkan Islam.


Begitu pula, Orientalis mendorong/menyuruh para pelajar Arab/Islam yang belajar kepada mereka agar meninggalkan bahasa Arab, dan hanya dibolehkan menggunakan bahasa Eropa (Barat) saja dengan alasannya yaitu mudah mempelajarinya, aman serta terhindar dari kesalahan. Ini sudah diperingatkan Allah dalam Al Qur’an surat Yusuf ayat 21:


Artinya: “Allah menurunkan Malaikat membawa Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tegas, agar kamu memahaminya.” (Yusuf ayat 21).


USAHA PROPAGANDA



Untuk mencapai maksudnya yaitu memalingkan kaum Muslimin dari agamanya, dan melemahkannya hingga mereka tak mampu melawan serangan musuh dan penggerogotan da’wah, kaum Orientalis menggunakan berbagai cara lain dengan memperalat segala kemungkinan yang dipakai oleh ummat Islam sendiri.


1. Propaganda penyesatan dengan memakai nama Islam

Orientalis menggunakan aliran-aliran Tasauf dan aliran Kepercayaan/Kebatinan Bahaiy dan Qodyaniyah.


a. Aliran Tasauf

Kepercayaan ini mendawahkan bahwa mereka ingin menempuh jalan untuk sampai pada Allah, tapi tidak dengan menempuh jalan yang diatur oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Nabi dalam Sunnah; mereka membuat cara sendiri, yang tidak diizinkan Allah, dan membuat ketentuan/undang-undang Suluk, yang melakukan zuhud (memencilkan diri dari keduniaan), latihan jiwa mengharamkan yang halal, dan membunuh nafsu. Mereka mengambil ajaran-ajaran agama, atau aliran-aliran lain, yang mereka rasakan dan kira-kira belum terdapat dalam agama Islam dan tentu Syaitan menggiringnya pada khayalan-khayalan yang tak ada hakekatnya, sehingga mereka membenamkan diri ke dalam ikatan-ikatan Wihdatul Wujud, serta tidak mengakui Syari’at, menyama-ratakan antara Iman dan Kafir serta menyamakan antara ta’at dan durhaka dan da’waan penyaksiannya pada Tuhan bagi segala yang ada.


Lihat kitab karangan Ibnu Arraby, salah seorang aktivis yang aktif mengupas. tentang kaum tasauf (Wihdatul Wujud) yang sesat.


b. Bahaiy

Bahaiy lahir di Iran pada abad ke-19, yang mengambil inspirasi dari ajaran Syiah, disebarkan dan dikembangkan oleh Syirazy (keturunan Yahudi yang mengaku beragama Islam) yang bergelar BABA, tak berapa lama sesudah Imam ke-12 Muhammad bin Hasan al Ashary yang kelahirannya dinanti-nantikan oleh sekte “Syiah Imam 12”.


Kemudian kebohongan ini terbukti dengan kehobongan Al Baba (Syirazy) di kalangan Syi’ah, yang menyatakan bahwa imam yang sudah hilang, akan muncul di Tebriz (Iran) (Adzarbijan.)



Kaum Syi’ah meyakini, bahwa imam ini akan timbul/bangkit di Timur Iran, di suatu gunung yang bemama “Kouh Khada”, artinya “Gunung Allah”. Kemudian Al Baba ditangkap dan dihukum mati, dan sebelum dihukum mati diumumkan, bahwa Imam yang dimaksudnya ialah muridnya “Hasan Sabah Azal” yang bergelar “Baha’ullah” dan dinamakanlah alirannya Al-Baha’iy karena dihubungkan dengan Baha’ullah ini, yang lari dari Iran. Baha’ullah menda’wakan dirinya Nabi, yang diutus membawa agama baru, pembaharu Islam, dan kepadanya diturunkan kitab. Selama hidupnya ia giat menyiarkan ajaran Bahaiy ini. Dia dikuburkan di Palestina yang diduduki Israel.


Propaganda Aliran Bahaiy serupa dengan Komunisme, yaitu melepaskan diri dari ikatan dan ajaran agama, dengan kedok “kedamaian dan anti perang”, memberikan kebebasan pada wanita sesuka hatinya, menjadikan tahunan jadi 19 bulan. Jadi hakekat ajaran ini benar-benar menyeleweng dari Islam dan merusak agama Islam.


Propaganda Bahaiy ini disokong oleh Kolonialis dan Orientalis, demi untuk merusak dan memalsukan Islam. (Lihat Al-Qodyani dan Al-Qodyaniyah, karangan Abu Hasan An Nadawy, halaman 19 dan seterusnya).


c. Al-Qadyaaniyah

Yaitu propaganda penyesatan yang timbul di India, pada akhir abad ke-19, yang berkedok (memakai) nama Islam, didirikan oleh MIRZA GHULAM AHMAD dan pusat kegiatannya di India, penganutnya ialah rakyat India juga, kemudian meluas ke luar negeri dan bermunculan di negara-negara Asia, Afrika. Inipun disokong oleh Kolonialis dan Orientails.


Gerakan Qodyaniyah ini timbul di masa udara pemikiran dan politik India sesudah revolusi menentang penjajahan Inggris pada tahun 1875, yaitu Revolusi yang menghancurkan ummat Islam. Maka Qodyani mengikuti langkah politik kolonial. Dengan langkah kebudayaan ini, mereka mendapat bantuan dari Inggris. Tujuannya adalah menggoncangkan aqidah Islam, karena Islam-lah sumber yang membangkitkan roh jihad membela agama, tanah air, harta benda dan jiwa. (Lihat Al-Qodyani karangan Abu Hasan An Nadawy).


Di samping itu Kolonialis memperalat aliran-aliran Tasauf dan kebatinan yang telah menyeleweng untuk menyebar luaskan perbuatan-perbuatan bid’ah, khurafat. Dalam keadaan orang Islam India putus asa dan grogi, dan menyerah pada tekanan situasi yang berbahaya, banyak di antara mereka yang digiring masuk ke dalam aliran Qodyani yang bathil, yang dipelopori oleh Mirza Ghulam Ahmad di Punjab.


Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang yang diagungkan oleh Inggris, yang di masa mudanya terkenal dengan penganut aliran Tasauf, dan menyendiri. Kemudian dia jadi tokoh di kalangan ummat Islam dan mengutip ayat-ayat Al Qur’an dan sebagiannya yang diselewengkan, yang bagi orang awamdan tidak hafal Qur’an, sama saja antara Qur’an dengan bahasaArab. Ini adalah usahanya merusak Qur’an.


Bukan sekedar itu saja, bahkan dia menda’wakan dirinya sebagai Nabi yang menerima wahyu, dan dia aktif menyiarkan ajarannya ini untuk maksud politik yang digariskan oleh Kolonial. Dia menghapuskan Jihad, sebagai kewajiban umat Islam dia mengancam revolusi Islam menentang penjajah Inggris di India.



Dalam bukunya TERYAQ QULUB, Mirza Ghulara Ahmad mengatakan: “Saya menggunakan sebagian besar umurku untuk menyokong pemerintah Inggris, dan mencegah jihad, wajib taat pada Ulil Amri (Inggris).” Ini ditulis dalam buku-buku selebaran-selebaran, brosur-brosur yang kalau mungkin dikumpulkan semuanya telah memenuhi 50 gudang. Buku-buku ini tersebar di negeri-negeri Arab, Mesir, Syiria, Turki serta Indonesia dan lain-lain, yang tujuannya agar ummat Islam toleransi dan mengakui kekuasaan penjajah; dia memuaskan hatinya dengan kisah Al Mahdi dan Al Masih yang ditunggu datangnya kembali ke bumi, dan menghapuskan perasaan Jihad dan lain-Iain.


Ini membuktikan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad menggunakan Qodyaniyah sebagai alat untuk mematahkan cita-cita ummat Islam India, supaya mereka tidak melakukan perlawanan terhadap Inggris dan menerima kehinaan serta perbudakan. Artinya, Qodyaniyah adalah produk Kolonial. Inilah rahasia yang menjadikan Qodyan masih berkembang sesudah matinya Mirza Ghulam Ahmad tahun 1908, dan pengikut-pengikut Mirza ini aktif menyiarkan aliran-aliran ini di kalangan ummat Islam dengan giat atas bantuan biaya dan moril dari musuh-musuh Islam. Qodyan membuka cabang-cabangnya di Eropa, Asia dan Afrika yang menggunakan nama sebagai da’wah Islam. Penganut Qodyaniyah bekerjasama menyebarkan faham kolonialisme bersama Orientalis dan Zionis.


Bahkan mereka sengaja menyerang Islam dengan menggunakan musuh-musuh Islam sebagai anggota da’wahnya, yang tentu mereka mengarah saja ke penggerogotan Islam, namun begitu Allah tetap melindungi Islam.


2. Menggunakan Mass Media

Orientalis selalu bersama Kolonialis dalam menyerang (memerangi Islam). Di negeri-negeri Islam sendiri, seluruh mass media modem selalu bekerjasama dengan Orientalis dalam memerangi Islam dan menggerogoti da’wahnya. Maka ummat Islam menghadapi perang pena, mass media yang membawa kebinasaan yang disampaikan mereka dalam surat-surat kabar, majalah-majalah, radio, televisi, film atau theater dan lain-lain.


Bahaya perang Mass Media (perang pena) ini besar sekali, sebab ia langsung meresap ke dalam otak dan hati tanpa koreksi, dan tanpa disaring oleh kebanyakan manusia dan ummat Islam. Fikiran-fikiran berbisa yang dilontarkan dan meresap ke dalam otak ummat Islam, fikiran-fikiran yang merusak dan berbisa ini sengaja ditiupkan dan dihembuskan oleh para orientalis antek kolonialis sebagai taktiknya menyerang Islam.


Mass media dipergunakan oleh musuh-musuh Islam itu untuk menghancurkan umat Islam, melalui tulisan-tulisan, gambar-gambar, film-film, fikiran, buku-buku, sandiwara, pidato-pidato, dan uraian yang berkedok ilmiah. Ini lebih berbahaya dari serangan fisik langsung oleh militer lengkap dengan persenjataannya sebab tentara itu mudah dilihat dan diketahui gerakan dan penyerangannya.


Yang sangat disayangkan sekali ialah bahwa ummat Islam di semua tempat tidak menyadari bahaya mass media yang disalah-gunakan ini, dan banyak pula para Juru Da’wah, Muballigh, menerima saja apa yang disiarkan oleh Mass Media.


Di zaman kita sekarang ini, umumnya Mass Media sering menyiarkan bermacam kefasadan, kemungkaran, kebebasan, atheis. Semuanya disajikan sesuai dengan apa yang berlaku di Eropah dan Amerika, di mana kebanyakan masyarakatnya sudah merosot sekali moralnya karena sudah dangkalnya paham dan pengertian agama mereka dan akibat terbongkarnya rahasia Kristen yang di dalam ajarannya sekarang banyak sekali kontradiksi (pertentangan-pertentangan) begitu pula ajaran Yahudi sendiri, semuanya tak sesuai lagi dengan akal yang sehat dan ilmu pengetahuan.



Sebaliknya, Islam dan ajarannya selamat dari kontradiksi itu. Islam menyeru kepada Tauhid, persatuan dan persaudaraan, keadilan, kemajuan dan sesuai dengan akal dan pengetahuan. Islam menyeru ummat manusia agar berjuang untuk mempertahankan agama Islam, mempertahankan tanah air, hak, diri, keluarga, dan lain-lain. Justru karena itulah Kolonialis dan antek-anteknya MENGUASAI MASS MEDIA untuk MENGELABUI dan MEMUTAR-BALIKKAN FAKTA.


3. Membesar-besarkan Tradisi Kuno

Membesar-besarkan adat dan tradisi serta perbuatan-perbuatan masyarakat di masa Jahiliyah, perbuatan-perbuatan bangsa primitif, yang dida’wakan dan dihembuskan bahwa hal yang seperti itu seolah-olah adalah ajaran Islam; ini dilakukan pula oleh para Ilmuwan Islam (munafiq) yang bekerjasama dengan Orientalis. Akhirnya mereka menuduhkan bahwa orang-orang Islam itu sama dengan Badui, Kubu, Ortodok, seperti suku terasing dan primitif, liar, fanatik, dan lain-lain. Syari’at Islam itu (menurut Orientalis ) hanya sesuai dengan orang-orang primitif dan orang ortodok, tak sesuai dan tak cocok dengan zaman modern, dan lain sebagainya.


Di samping itu, Orientalis dan anteknya selalu meniupkan hal-hal dan bibit perpecahan antara bangsa, pemisahan antara bangsa, pemisahan antara adat Arab, dan adat suatu bangsa dengan Islam.


USAHA UMMAT ISLAM MENANGKIS SERANGAN ORIENTALISME


Sekalipun kaum penjajah sudah angkat kaki, tapi ajaran-ajaran dan sistemnya terus dijalankan oleh mereka yang telah keracunan oleh ajaran-ajarannya itu dan diteruskan oleh pengikut-pengikut yang mereka tinggalkan.


1. Defensif

Agar Ulama-ulama, Juru Da’wah, Muballigh serta pemimpin-pemimpin Islam aktif menangkis tuduhan-tuduhan, pemalsuan dan propaganda berbisa yang sengaja dilontarkan oleh Orientalis, supaya ummat Islam sadar, insaf dan lebih aktif membahas dan mempelajari ajaran agama Islam dan mengamalkannya.


Usaha ini memerlukan alat-alat dan mass media pula, memerlukan Juru Da’wah yang khusus dan berilmu tinggi, berakhlak mulia, berjiwa jihad dan beramal karena Allah, dalam ilmunya mengenai Islam, juga memahami taktik dan strategi serta tulisan dan karangan musuh-musuh Islam, dan mengerti bahasa-bahasa asing: Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan terutama sekali bahasa Arab.



Di samping ilmu dan kesungguhannya itu PERLU ADANYA IKATAN (ORGANISASI) Juru-juru Da’wah dan Organisasi Da’wah untuk menghimpun dan.mengatur kerjasama dan mengatur taktik dan strategi Islam.


2. Tabligh

Agar ummat Islam aktif menyiarkan dan menyebar luaskan ajaran Islam ke seluruh negeri yang belum beragama dan ke negeri-negeri yang belum sampai padanya ajaran Islam. Ini pun memerlukan adanya juru da’wah yang militan dan ulet, berilmu dan mengerti betul tentang Islam, cerdas, dan tergabung dalam kelompok mubaligh guna menghadapi lawan-lawan Islam dalam segala bentuk, nama dan tindakan serta serangannya seperti dijelaskan di atas.


Ingatlah firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104, yang artinya: “Hendaklah di antara kamu ada ummat yang menyeru kepada kebaikan, melakukan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar mereka itulah orang yang menang.”


Surat As-Shaf ayat 14, yang artinya: “Wahai orang-orang beriman! Hendaklah kamu menjadi Pembela agama Allah, seperti yang dikatakan oleh Isa bin Maryam kepada pengikutnya: Siapa yang akan menolongku untuk menegakkan agama Allah? Dijawab oleh pengikutnya spontan (langsung): ‘Kami ansharullah’ (Pembela Agama Allah).”


Karena itu, wajib bagi semua ummat Islam berjuang dan aktif berda’wah menyiarkan dan membela Islam dengan semua kemampuan, harta, tenaga, ilmu dan semua yang dimiliki, baik kedudukan, jabatan, kekuasaan, ilmu dan segalanya, agar dimanfaatkan untuk mengeluarkan ummat manusia dari Zhulumat (musyrik, kafir, munafiq, fasiq, bodoh, melarat, miskin, lemah, dianiaya, pecah-belah, dan lain-lain), kepada an NUUR (bertauhid, beriman, istiqamah, beramal shaleh, pintar, makmur, kuat, adil, bersatu, dan lain-lain) sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam yang meliputi Tauhid, Hukum sanksi, warisan, akhlak, jihad, dan semua mu’malat, politik, ekonomi, dan lain-lain, tanpa menambah atau mengurangi.

Oleh Dr. Abdul Mu’nim Muhammad Hasanain, dari Majalah ISLAMIC UNIVERSITY MADINA, Nomor 2 Tahun ke-X, Ramadhan 1397/Agustus 1977, halaman 79-105.

Diterjemahkan dan diringkaskan oleh Anhar Burhanuddin, M.A.; Jakarta, 10 Mei 1978 – (LPPA)