Status Keharaman Makkah

Bookmark and Share


Dari sahabat yang mulia Abu Syuraih Khuwailid bin Amr al-Khuzai al-Adawi semoga Allah meridainya, ketika Amr bin Said bin Aas (gubernur Madinah pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah) mengirim pasukan ke Makkah (untuk memerangi Abdullah bin Zubair bin Awwam) aku berkata kepadanya, “Izinkanlah kepadaku wahai Amir, untuk mengabarkan kepadamu sebuah hadits yang diucapkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasalam di siang hari pada Hari Pembukaan (Makkah), aku mendengarnya dan aku memahaminya serta aku melihat dengan mata kepalaku, ketika itu Rasulullah sallallahu alaihi wasalam memulai khutbahnya dengan memuji dan menyanjung Allah subhanahu wa ta’ala kemudian berpesan, ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Makkah sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan yang mengharamkannya bukanlah manusia, maka tidak halal bagi seseorang yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhirat untuk menumpahkan darah di sana, dan tidak diperbolehkan menebang pepohonannya. Jika sekiranya ada yang bertanya bagaimana Rasulullah mengecualikannya (yaitu dengan mengirimkan pasukan pada Hari Pembukaan Makkah) , maka beritahukan kepadanya, ”Allah telah memberikan izin untuk Rasul-Nya dan tidak (mengizinkannya) untuk kalian, sedangkan izin tersebut hanya sesaat untuk hari ini saja, adapun setelah itu sampai hari kiamat tidak diperbolehkan sama sekali (kembali status keharamannya). Maka hendaklah orang yang hadir menyampaikan berita ini kepada orang yang tidak hadir.’” Kemudian ditanyakan kepada Abu Syuraih, “Apa yang diucapkan oleh Amr?” Dia mengatakan,”Aku lebih tahu tentang perkara itu daripada engkau wahai Abu Syuraih! Sesungguhnya benar apa yang kamu ucapkan, tetapi Makkah tidak dapat melindungi orang yang bermaksiat, yang lari dari pembunuhan dan lari dari pengkhianatan (Abdullah bin Zubair harus tetap dihukum atas pemberontakan yang dilakukannya).” [HR Al-Bukhari]

http://www.ziddu.com/download/17413844/MF_HaditsKeharamanMakkah_UstAbdulBarr.mp3.html

Latar belakang dari hadits:


Ketika Yazid bin Muawiyah -semoga Allah mengasihinya- naik menjadi khalifah setelah penunjukan oleh ayahnya yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan -semoga Allah meridai keduanya- di antara kaum muslimin yang menolak untuk membaiat beliau adalah Abdullah bin Zubair bin Awwam -semoga Allah meridai keduanya- yang kemudian membangun kekuatan dan melakukan pemberontakan bahkan dibaiat oleh pendukungnya sebagai khalifah setelah kematian Yazid. Sebagai khalifah yang resmi dan berhak atas kepemimpinan umat Islam, Yazid bin Muawiyah berupaya menumpas pemberontakan Ibnu Zubair dengan memerintahkan Amr bin Said bin Aas (gubernur Madinah saat itu) untuk mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Al-hushain bin Numair (menggantikan Muslim bin Uqbah al-Musrif yang tewas di dalam perjalanan menuju Makkah).



Para sahabat yang masih hidup ketika itu (di antaranya adalah Abdullah bin Umar bin al-Khattab -semoga Allah meridai keduanya) memandang bahwa Ibnu Zubair lebih memiliki keutamaaan daripada Yazid, namun mereka juga mengingkari pemberontakan yang dilakukan terhadap khalifah karena menyelisihi syariat Islam.


Faidah hadits:


  1. Kalimat “Izinkanlah kepadaku wahai Amir…” adalah syariat untuk menasihati penguasa dengan cara yang lemah lembut.



  2. Kalimat “aku mendengarnya dan aku memahaminya serta aku melihat dengan mata kepalaku” adalah anjuran untuk memperhatikan pengajaran ilmu dengan sepenuh perhatian.

  3. Kalimat “memulai khutbahnya dengan memuji dan menyanjung Allah” adalah syariat untuk memulai khutbah dengan pujian dan sanjungan kepada Allah.



  4. Status keharaman negeri Makkah tidaklah karena ditetapkan oleh manusia di masa Islam melainkan karena telah ditetapkan oleh Allah sejak diciptakan langit dan bumi.




  5. Dengan status haram tersebut tidak diperbolehkan menumpahkan darah (menyerang kota, membunuh manusia maupun hewan liar) dan menebang pohon-pohonan yang ada di negeri Makkah (terutama ketika dalam kondisi ihram), kecuali hewan ternak dan tumbuh-tumbuhan yang ditanam oleh manusia untuk diambil manfaatnya.


  6. Rasulullah mengirim pasukan ke Makkah setelah mendapat izin khusus dari Allah yaitu hanya pada hari Pembukaan Makkah dan izin tersebut tidak diberikan kepada orang lain selain Rasulullah saja, sehingga setelah hari tersebut status Makkah adalah negeri yang haram.



  7. Disyariatkan agar orang yang menghadiri suatu majelis ilmu agar menyampaikan kepada yang tidak hadir, supaya memberi peringatan dan sebagai sarana penyebarluasan ilmu.



  8. Kalimat “Kemudian ditanyakan kepada Abu Syuraih…” adalah dibolehkannya bertanya dalam hal menuntut ilmu yang bermanfaat.




  9. Pendapat yang dibenarkan adalah orang yang lari dari kasus kriminal dan mencari suaka di Makkah tidak dapat dihukum di Makkah, orang tersebut harus dikeluarkan dari Makkah dan dihukum di luar Makkah, kecuali jika orang tersebut melakukan kriminal di dalam Makkah maka tetap harus dihukum di Makkah.
    Afriandi Prasetya