Jamaah Haji: Kenapa Harus Berebut Hajar Aswad

Bookmark and Share


Batu itu berasal dari surga loka. Wajr, jika manusia berebut untuk mengecupnya, karena batu itu bukan sembarang batu. Keunikanya lagim batu itu memiliki nilai kosmis yang sangat tinggi. Karena berasal dari surga, dan surga itu tempat istimewa. Tidak sembarang orang bisa masuk di dalamnya, kecuali memiliki bekal iman dan taqwa yang cuku ketika masih hidup didunia. Penghuni surga adalah orang-orang yang beriman dan tidak pernah menyukutukan-Nya. Prilaku serta pitutur, dan sikapnya meneladani Nabi Saw, sebagai junjungan sejatinya. Surga adalah tempat yang paling indah nan menawan, yang didambakan oleh setiap jin dan manusia.

Keindahan surga sering menjadi gambaran manusia, bahwa segala kenikmatan dunia, merupakan bagian dari surga. Padahal, keindahan dunia, tidak ada nilainya jika dibandingkan dengan ke-indahan dan kenikmatan surga. Nabi Saw senantiasa mengajak, dan menganjurkan, agar supaya manusia mengutamakan kepentingan akhirat, dari pada dunia. Sebab, dengan iman dan taqwa, manusia kelak diakhirat akan kekal nan abadi di dalamnya.
Sungguh, merupakan sebuah anugrah yang tidak terhingga bagi manusia. Allah Swt menurunkan batu surga yang melekat di sudut Baitullah. Keberadaan batu itu menjadikan dunia semkin indah dan sempurna. Bahkan, dengan batu itu, Nabi Saw menjanjikan kepada pengikutnya lewat pesan bahwa batu itu kelak juga bisa menjadi saksi kepada setiap orang yang pernah menyalaminya atau mengecupnya. Batu itu juga menjadi mahnet yang kuat, sehingga setipa jama’ah haji ingin mengecupnya. Tidak ada batu yang lebih indah dan besar daya tariknya, kecuali batu surga (Hajar Aswad).

Sebagian orang bertanya-tanya, kira-kira kapan batu itu turun ke bumi ini? dan siapa yang membawanya? Ternyata, jawabanya ada dibeberapa keteragan hadis Nabi Saw. yang mengisyaratkan bahwa Nabi Saw menuturkan:’’ Malaikat Jibril as turun ke bumi dengan membawa hajar (Hajar Aswad) dari surga, maka nikmatilah batu itu. Sesungguhnya kalian akan senantiasa dalam kebaikan, selama batu itu di hadapan kalian. Sesunggunya, dikhawatirkan batu itu datang dan akan pergi sebagaimana awal kedatangan Jibril dengan batu itu’’.

Awal kehadiran batu itu bersinar terang benerang, seolah-olah tidak pernah bisa padam. Seandainya Allah tidak mematikan cahaya itu, niscaya sinar itu tidak pernah hilang selamanya. Terangnya sinar tersebut hingga ujung barat dan timur, bagaikan sinar terang yang menerangi gelapnya malam. Begitulah penuturan Nabi serta para ulama’ seputar Hajar Aswad.

Yang perlu digaris bahwahi ialah, batu asal surga itu dibawa oleh Nabi Adam as (H.R Tabrani). Batu itu digengam oleh beliau ketika beliau diturunkan ke bumi sebagai petunjuk di bumi (alam semesta ini). Sedangkan, Nabi Ibrahim hanyalah menunikan titah tuhan untuk meletakkan di sudut Baitullah agar menjadi permulaan thowaf. Selanjutnya, batu itu ketika akan kembali lagi pada asalnya (surga), menurut dan sesuai dengan kehendak-Nya. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi kita semua menjaga batu tersebut dengan sebaik-baiknya, dengan sering mengecup atau mencium dan menyalaminya. Karena, kecupan serta menyalami batu itu seolah-olah menyalami Allah Swt. Mumpung batu itu masih melekat di sudut baitullah, jangan sia-siakan waktu yang sangat terbatas ketika di Makkah. Mari, kita memperbanyak mengecup dan melambaikan tangan terhadap perwakilan Allah di kota suci Makkah itu.

. Alawi, Muhammad, Sayyid, 2000. Firihabi Al-Baiti al-Haram (Maktabah Al-Malik Fahad al-Wataniyah) hlm 28

Abdul Adzim